Selasa, 03 November 2009 19.55 Diposting oleh HIMASYLVA UNILA Blog 3 komentar
Siaran Aksi “We Seek Help”
Serikat Petani Indonesia (SPI) – La Via Campesina,
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)-FoE Indonesia,
dan Koalisi Anti Utang (KAU), Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI)

Jangan Perdagangkan Iklim kami


Jakarta (4/11) - Sejak Konferensi para Pihak (COP) yang ke-13 di Bali, Pemerintah Indonesia kelihatan begitu aktif dalam melakukan upaya penyelamatan bumi dari perubahan iklim. Namun upaya itu ternyata tidak diikuti dengan komitmen dan langkah nyata pengurangan emisi negara Annex 1, pemerintah justru menjadikan Indonesia sebagai “Toilet Karbon” negara-negara tersebut, lewat mekanisme perdagangan- offset karbon, dan penambahan utang baru . Model pembangunan negara-negara utara yang rakus energy, rakus lahan, rakus air, dan pemanfaatan buruh murah, sesungguhnya merupakan penyebab utama bencana perubahan iklim. Sayangnya model tersebut juga diadopsi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia dan diyakini sebagai model pembangunan masa depan.

Perubahan iklim telah dibelokkan menjadi alat legitimasi baru untuk kembali menguasai sumberdaya alam yang tersisa di negara berkembang sekaligus penguasaan teritori negara tersebut. Hal ini sebagaimana yang ditemukan dalam skema mitigasi di sektor kehutanan (Pengurangan Emisi dari Deforestasti dan Degradasi Lingkungan/REDD) . Skema ini menjual murah 26,6 juta hektar hutan alam Indonesia mulai dari tegakan pohon, hewan, tumbuhan, tanah, sumber mata air, dan ruang interaksi social, dan entitas masyarakat hukum adat di wilayah tersebut, seharga Rp. 12,- per meter perseginya.

Dengan sadar pemerintah Indonesia telah menggadaikan seluruh aset negara (Sumberdaya Alam) yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal tersebut semakin disempurnakan dengan perluasan proyek utang baru atas nama perlindungan dari bencana iklim. Dimana Pemerintah Indonesia telah menerima $500 juta dari Perancis (AFD) dan $300 Juta dari Jepang (JICA), serta tambahan $400 Juta lagi dari pemerintah Jepang atas nama proyek-proyek adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Solusi palsu yang ditawarkan dalam negosiasi iklim dan dilaksanakan dengan dukungan dana utang negara-negara maju, seperti inisiatif REDD, mekanisme carbon Trading-offsetting, Clean Development Mechanism (CDM), transfer tekhnologi kotor (agrofuel, nuklir, carbon capture storage) dan proyek-proyek rekayasa genetika benih dengan alasan ketahanan pangan sama dampaknya dengan kekeringan, tornado dan perubahan pola iklim yang baru itu sendiri. Solusi palsu itu tidak akan mengurangi emisi gas rumah kaca ataupun menyelamatkan jutaan petani kecil, nelayan dan masyarakat adat dari dampak perubahan iklim yang telah terjadi saat ini. Proyek-proyek tersebut justru memperparah konflik lahan yang masih berlangsung, pelanggaran HAM dan tumpang tindih kawasan lintas sektoral.

Indonesia seharusnya mampu mengurangi dampak perubahan iklim tanpa harus menambah utang baru, ataupun menjadi ”Toilet Karbon” negara maju. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membantu jutaan petani kecil yang melakukan pertanian berkelanjutan yang terbukti mampu untuk mengembalikan senyawa organik yang dapat menyerap hingga 60 persen dari cemaran karbon. Dengan menjalankan moratorium pembalakan hutan dan mengakui akses dan kontrol rakyat atas sumberdaya tersebut. Melibatkan pihak yang paling rentan akibat dampak perubahan iklim seperti petani, nelayan, buruh, masyarakat adat dan perempuan dalam merumuskan kebijakan terkait berikut implementasinya.

Kami terus mendesakkan bahwa solusi perubahan iklim harus dilakukan dengan meng-arusutamakan prinsip-prinsip berikut:
Keselamatan rakyat (Human Security). Dimana keselamatan seluruh umat manusia terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak harus diakui keberadaannya dan menjadi prioritas untuk dilindungi baik dalam kebijakan global dan nasional.
Membayar utang ekologis dan utang iklim (Ecological Debt-Climate Debt) oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang. Membayar utang adaptasi kepada jutaan petani kecil yang mengalami gagal panen akibat iklim yang berubah, kepada jutaan penduduk yang hidup tanpa asupan pangan yang cukup dan kekurangan gizi, kepada orang-orang miskin yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan air bersih, serta komunitas rentan lainnya.
Pengakuan atas hak, akses dan kontrol masyarakat kecil, terutama kelompok rentan petani, masyarakat adat, peternak, nelayan dan perempuan terhadap lahan berikut sumberdaya alam yang ada diatasnya dan terkandung di dalamnya (Land Rights).
Perubahan pola produksi yang rakus sumberdaya alam, rakus lahan, boros energi dan pemanfaatan buruh murah, menjadi pola produksi yang lebih adil dan berkelanjutan. Serta mengurangi secara signifikan pola komsumsi yang berlebihan (Production and Consumption Change).

Aksi “We seek HELP ” ini merupakan bagian dari rangkaian aksi menghitung mundur - 33 hari menuju perundingan COP-15 yang akan dilaksanakan di Copenhagen pada tanggal 7 – 18 Desember 2009, dan akan terus berlanjut pada setiap hari Rabu pagi. (selesai)


sumber : ponco_atmojo@yahoo.com

Sertifikasi Rimbawan

Rabu, 28 Oktober 2009 21.01 Diposting oleh HIMASYLVA UNILA Blog 0 komentar

MENINGKATKAN DAYA SAING
melalui SERTIFIKASI RIMBAWAN

Mengapa sertifikasi diperlukan?

Era globalisasi telah membawa dampak terjadinya perubahan tatanan baik di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan tidak terkecuali di bidang manajemen sumberdaya alam seperti pembangunan kehutanan. Perubahan tersebut menuntut setiap negara untuk mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap perubahan global ini, apabila tidak ingin tertinggal dan tersisih dari pergaulan global termasuk dalam meraih keuntungan ekonomi yang kemudian digunakan untuk mensejahterakan rakyatnya. Kemampuan beradaptasi ini sangat ditentukan oleh daya saing yang dimiliki oleh suatu bangsa atau negara.

Pada awalnya, dimulai dari tercetusnya revolusi industri, daya saing suatu negara utamanya dalam memperoleh keuntungan ekonomi dicirikan oleh penguasaan terhadap sumber-sumber energi. Artinya, keuntungan ekonomi akan bergerak kepada mereka yang menguasai sumber energi, seperti minyak dan gas bumi. Namun, di era sekarang dan ke depan, sumberdaya manusia yang berkualitas yang kemudian disebut sebagai human capital yang dimiliki oleh suatu negaralah yang akan menentukan daya saing dalam memperoleh keuntungan ekonomi, dan menggeser peranan penguasaan terhadap sumber energi ini. Hal ini diperkuat oleh pendapat ekonom peraih nobel tahun 1992 –Gary S. Becker- yang menyatakan bahwa: ”human capital is as much part of the wealth of nation as are factories, housing, machinery, and other physical capital”, sebagaimana dikutip oleh Dr. Ir. Muslimin Nasution dalam salah satu orasinya.

Dewasa ini sertifikat kompetensi menjadi topik pembicaraan/diskusi dikalangan professional akibat perannya yang sangat penting dan strategis pada era globalisasi. Tenaga kerja bebas bekerja di negara manapun asalkan dapat memenuhi standar ketrampilan/kompetensi yang telah ditetapkan, yang dapat dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat ketrampilan/kompetensi tersebut. Sebagai contoh nyata adalah dengan pemberlakukan Konvensi ILO No. 69/1946 tentang sertifikasi juru mask di kapal dan Konvensi ILO tentang STCW amandemen 1995, ditetapkan bahwa setiap juru masak yang bekerja diatas kapal wajib memiliki sertifikat ketrampilan. Akibat pemberlakuan konvensi tersebut, saat itu lebih kurang 113.000 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di kapal asing terancam diturunkan dari kapal karena tidak memiliki sertifikat ketrampilan yang dipersyaratkan.

Sejalan dengan posisi strategis sertifikat kompetensi tersebut, pemerintah melalui UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 18 ayat (4) menyebutkan bahwa “Untuk melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja dibentuk badan nasional sertifikasi profesi yang independent”.

Memperhatikan keniscayaan seperti tersebut diatas, serta kesadaran akan pentingnya sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai kunci daya saing menuju pembangunan kehutanan yang berkelanjutan, Departemen Kehutanan saat ini sedang mengembangkan sistem sertifikasi personel kehutanan dengan menyusun standar kompetensi rimbawan serta mekanisme uji kompetensinya. Sertifikasi ditujukan agar dihasilkan rimbawan yang professional, punya daya saing tinggi baik di tingkat lokal maupun internasional, punya jiwa korsa tinggi, dan secara hukum mendapat perlindungan profesi, serta mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sertifikasi ini sasarannya adalah semua personel yang bekerja dalam bidang kehutanan, baik di Pemerintah (pusat dan daerah) maupun yang bekerja pada sektor swasta kehutanan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dsb.

Apakah telah ada sertifikasi sejenis yang telah diberlakukan?

Untuk lingkup nasional telah dibangun dan diberlakukan antara lain Sistem Sertifikasi Nasional Personel Tenaga Teknis Khusus Migas berdasarkan Pedoman Badan Standardisasi Nasional (BSN) No. 502-2000 yang penerapannya dilaksanakn oleh Lembaga Sertifkasi Personel yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).

Sertifikasi personel kehutanan atau rimbawan juga telah dikembangkan antara lain di Australia dan Amerika. Di Australia skema Registered Professional Forester (RPF) dikelola oleh Institut Rimbawan Australia (Institute of Forester of Australia-IFA). Skema ini diarahkan untuk memberikan pengakuan terhadap bidang-bidang keahlian khusus; memberikan jaminan kualitas dan keahlian dan pengalaman; dan memberikan jaminan bahwa para rimbawan yang telah terdaftar mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang ‘up-to-date’ melalui pemenuhan persyaratan-persyaratan untuk pengembangan profesional yang berkelanjutan. Atas seorang rimbawan terdaftar yang telah dinyatakan lulus penilaian, Komite Registrasi akan membuat catatan mengenai bidang keahlian yang diakui, disertai dengan detail mengenai pengalaman, keterampilan dan pengetahuan rimbawan yang bersangkutan atas bidang keahlian tersebut. Para pihak terkait yang berkepentingan dapat meminta keterangan untuk mengkonfirmasikan bahwa rimbawan yang bersangkutan memiliki bidang keahlian yang mereka perlukan. Registrasi atas seorang RPF berlaku untuk jangka waktu tiga tahun, dan selanjutnya dapat diperbaharui.

Amerika mengembangkan Certified Forester (CF) Program yang diselenggarakan oleh SAF (Society of American Foresters). Sertifikasi ini bersifat sukarela, non-pemerintah, dan terbuka bagi anggota SAF dan bukan anggota yang ‘qualified’. Tujuan dari CF Program adalah untuk mewujudkan tingkat pembinaan sumberdaya hutan yang lebih baik, meningkatkan kepercayaan kepada para pihak terkait yang berkepentingan, meningkatkan kredibilitas profesi kehutanan, dan menetapkan standar kinerja yang baik untuk para rimbawan yang meliputi pengalaman, pengetahuan, dan dedikasi terhadap profesi rimbawan. Sertifikasi CF merupakan cara yang mudah untuk mengidentifikasi para rimbawan yang memenuhi persyaratan: pengalaman professional, persyaratan akademis profesi, standar praktisi profesional, penghargaan terhadap pendidikan lanjutan, dan kemampuan untuk melewati penilaian yang ketat atas pengetahuan dan keterampilan profesional.

Prinsip apa saja yang digunakan didalam skema sertifikasi yang dibangun?

Sesuai dengan rumusan hasil lokakarya “Meningkatkan Peran Rimbawandalam Pencapaian Pembangunan Hutan Lestari Melalui Sertifikasi dan Pemberdayaan Institusi Profesi” tanggal 19-20 Januari 2004 di Jakarta, disepakati bahwa skema sertifikasi personel kehutanan yang dibangun harus didasarkan pada prinsip:

  • Berdasarkan mekanisme pasar (market driven)

  • Sukarela (voluntary)

  • Independen

  • Transparan

  • Obyektif

  • Berkeadilan

  • Melibatkan pihak terkait (multi stakeholders)

  • Mendukung upaya perbaikan yang terus menerus (continual improvement) dalam rangka peningkatan professional rimbawan

  • Kredibel

Apa manfaat sertifikasi ini bagi masing-masing pihak?

Diharapkan penerapan sistem sertifikasi rimbawan akan bermanfaat, antara lain bagi:

  1. Rimbawan

    • Terdaftar dalam direktori (Buku Register) Lembaga Sertifikasi Personel (LSP) Kehutanan

    • Dipublikasikan secara luas ke dalam bursa/pasar tenaga kerja (SDM) kehutanan

    • Meningkatkan kepercayaan/kredibilitas bagi pengguna jasa (pasar SDM kehutanan)

    • Meningkatkan keberteriaan (akses) oleh pengguna jasa (pasar)

    • Mendapatkan akses terhadap fasilitas (antara lain: informasi) yang dapat disediakan oleh Pemerintah (Dephut)

    • Mendapat perlindungan hukum (penghargaan terhadap profesionalisme)

  2. Perusahaan

    • Tersedia informasi yang lengkap dan terpercaya tentang kualifikasi dan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan

    • Memiliki SDM yang profesional dan kredibel

    • Meningkatkan kinerja dan citra perusahaan

    • Mempertahankan dan meningkatkan peluang usaha

  3. Pemerintah (Dephut)

    • Memiliki data potensi SDM kehutanan secara lengkap

    • Optimalisasi pemanfaatan SDM kehutanan sesuai dengan kualifikasi dan kompetensinya

    • Memperbaiki citra SDM kehutanan

    • Meningkatkan jaminan tercapainya upaya pembangunan hutan secara lestari

Apa status personel kehutanan yang telah mendapat sertifikat?

Personel kehutanan yang bersertifikat dibedakan menjadi:

  1. Rimbawan Pemula (Associate Forester)

    Bagi personel yang baru menyelesaikan pendidikan formal (SLA, Diploma I/II/III, S1/2/3) dan belum berpengalaman bekerja di bidang kehutanan atau baru bekerja di bidang kehutanan yang telah mengikuti dan lulus uji kompetensi dasar.

  2. Rimbawan Bersertifikat (Certified Forester)

    Personel kehutanan berpengalaman (termasuk di dalamnya Rimbawan Pemula) yang telah lulus uji kepetensi/sub kompetensi (keahlian tertentu) dalam kelompok (bidang) kompetensi.

Kelompok kompetensi apa saja yang menjadi dasar sertifikasi?

Kompetensi atau tingkat profesionalisme seorang rimbawan ditentukan dari sejauh mana yang bersangkautan dapat memenuhi satu atau lebih standar kompetensi. Untuk sementara (dalam proses pengembangan), kompetensi rimbawan dikelompokkan (pembidangan) menjadi:

  1. Kelompok Kompetensi Dasar:

    • Dasar-dasar Pengelolaan hutan

    • Pengelolaan Hutan Lestari

  2. Kelompok Kompetensi Lanjutan:

    • Perencanaan

    • Pemanenan

    • Pengolahan

    • Rehabilitas Hutan dan Lahan/Budidaya

    • Konservasi Sumberdaya Alam Hutan dan Ekosistemnya (SDAHE)

    • Perlindungan

    • Pendukung

Setiap kelompok (bidang) kompetensi tersebut terdiri dari beberapa kompetensi, dan setiap kompetensi terdiri terdiri dari beberapa sub kompetensi. Setiap sub kompetensi secara bertahap berdasarkan prioritas akan disusun standar kompetensi (Rancangan Standar Nasional Indonesia/RSNI) untuk ditetapkan sebagai SNI, yang dalam proses sertifikasi akan digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan uji kompetensi.

Kapan sertifikasi personel kehutanan mulai diberlakukan?

Untuk dapat menerapkan system sertifikasi yang telah mulai dibangun, masih diperlukan beberapa penyempurnaan skema yang telah tersusun serta perlu mempersiapkan kelengkapan system lainnya seperti SNI, Lembaga Sertifikasi, Asesor dsb, yang ditargetkan akan dapat diberlakukan pada tahun 2005. Untuk menuju pemberlakuan sertifikasi tahun 2005 tersebut, pada tahun 2004 ini akan dimulai dengan melakukan program pendataan tenaga professional bidang kehutanan yang dilakukan secara sukarela (voluntary) melalui pernyataan diri (self declare). Hasil dari pendataan tersebut akan digunakan sebagai dasar penyusunan data base dan direktori yang akan dipublikasikan secara luas.

Sumber : dephut

Bid III HIMASYLVA

Struktur Organisasi HIMASYLVA UNILA Periode 2009-010

Rabu, 21 Oktober 2009 00.21 Diposting oleh HIMASYLVA UNILA Blog 0 komentar

SUSUNAN KEPENGURUSAN HIMASYLVA

KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

PERIODE 2009/2010

Ketua Umum : Hendra Yoga Kumbara

Sekretaris Umum : Melisa Yurestika

Bendahara : Shabrina

Bidang I. Rumah Tangga

Ketua Bidang : Novrida Fera Hati

Sekretaris Bidang : Oben

Anggota :Anita Luksi

Yudi Safril Ariza

Joni S Sihotang

Yusmanto M Ibrahim

Apriyanita PN

Bidang II. Pengkaderan dan Pengorganisasian

Ketua Bidang : Anshory

Sekretaris Bidang : Daniel Pandapotan

Anggota : Ribai

Wira Winata S.

Davit Erlangga

M. Ershad

Richardo

Bidang III. Penelitian dan Pengembangan Organisasi

Ketua Bidang : Andy Fernandes

Sekretaris Bidang : Nureiza Rizky F.

Anggota : Andrian Dwiatmanto

Putri Meyta Sari

Tanjung T

Fredy Rahman D

Handoko

Bidang IV. Hubungan dan Pengabdian Masyarakat

Ketua bidang : Ahmad Pulung Ramadoni

Sekretaris Bidang : Riyanto

Anggota : Agung Wahyudi

Danang Arif Maullana

Erviana Sari

Iqbal A Ihsanu

Ferri Martin


Bidang V. Kewirauisahaan

Ketua Bidang : Benita Agustia

Sekretaris Bidang : Anggi Handari

Anggota : Noerma Puspita

Yupi Yani Pratiwi

Anna Herliyanti M. P

Lina Nur Aminah

Lulu S

Panji S

Struktur Organisasi HIMASYLVA UNILA Periode 2009-010

Selasa, 20 Oktober 2009 23.30 Diposting oleh HIMASYLVA UNILA Blog 0 komentar

MARS Rimbawan

Cipt : Nn

Hai Perwira Rimbawa Raya
Mari kita bernyanyi .....
Memuji hutan rimba dengan lagu yang gembira
Dan nyanyian yang murni

Meski sepi hidup kita
Jauh ditengah rimba .....
Tapi kita gembira sebabnya kita bekerja
Untuk Nusa dan Bangsa

Reff:
Rimba Raya ... Rimba Raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja
Rimba Raya ..... Rimba Raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja

Rimba Raya Maha Indah
Cantik molek perkasa
Penghibur hati susah penyokong nusa dan bangsa
Rimba raya mulia

Disitu lah kita kerja
Disinar matahari
Gunung lembah berduri haruslah kita arungi
Dengan hati yang murni

Back to reff


Pagi petang siang malam
Rimba kita berseru
Bersatulah bersatu tinggi rendah jadi satu
Bertolonglah selalu

Jauhkanlah sikap kamu
Yang mementingkan diri
Ingatlah nusa bangsa minta supaya di bela
Oleh kamu semua

Back to reff

All About HIMASYLVA UNILA

21.56 Diposting oleh HIMASYLVA UNILA Blog 0 komentar

Himasylva merupakan Himpunan Mahasiswa Kehutanan Universitas Lampung yang mulai terbentuk pada tanggal 25 Juni 1997.

Himasylva didirikan sebagai wadah aspirasi dan berkreasi di fakultas pertanian yang terus berlanjut hingga saat ini.

Pola bersosialisasi di bangku kuliah menjadi ciri khas yang ngebedain Himasylva dengan HMJ(Himpunan Mahasiswa Jurusan), UPT(Unit Pelaksanaan Teknis) Fakultas,hingga UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di Unila.

Walaupun Himasylva masih merupakan bagian dari Fakultas pertanian, tapi ideology dan kebiasaan Himasylva tetep jadi pembeda dengan mahasiswa pertanian lainnya.

Banyak banget lho kegiatan yang dah diselenggarain Himasylva, diantaranya:

* Seminar Mahasiswa Indonesia Tahun 1999

* Bedah buku”potret Keadaan Hutan Indonesia

* Kegiatan sylva lestari 2004

* Pelaksanaan penanaman 1000 bibit dalam peringatan Hari Bumi 2006

* Melakukan Pembibitan 500 benih pala di Talang Rabun Tahura WAR.

* Mengadakan LINKAR (Lomba Lintas Alam Tahura WAR)

* Pelaksanaan Penanaman Bersama Di Areal Kawasan Bendungan Batu Tegi November 2008

* Dan masih banyak lagi….



Disini, ada 5 bidang kepengurusan untuk mempermudah dan mengefektifkan pembagian kerja di dalam Himasylva, yaitu:

Bidang I (Rumah tangga)

Bidang II (Pengkaderan dan Pengorganisasian)

Bidang III(Penelitian dan Pengembangan)

Bidang IV(Hubungan dan Pengabdian Masyarakat)

Bidang V (Kewirausahaan)

Selain itu, Himasylva juga dah beberapa kali mengalami pergantian Ketum(Ketua Umum) yang dipilih melalui MA(Musyawarah Anggota).

Nama-Nama Ketua Umum Himasylva

1. Firmanto (1997-1998)

2. Oji Saeroji (1998-1999)

3. Ahmad Hendri Gunawan (1999-2000)

4. Viktor Mahawisnu (2000-2001)

5. Wahyudi Affandy (2001-2002)

6. Oka Andriansyah (2002-2003)

7. Handoyo Wahyu P. (2003-2004)

8. Adi Masturiatna (2004-2005)

9. Tri Mulyaningsih (2005-2006)

10. Reza Affandy (2006-2007)

11. Vivery Okthalamo (2007-2008)

12. Syahri Agustian (2008-2009)

13. Hendra Yoga Kumbara (2009-2010)

Himasylva sangat menjunjung tinggi kebersamaan, kekompakan serta kekeluargaan untuk meminimalisir perpecahan yang mungkin dapat terjadi antar mahasiswa.